pencarian

Rabu, 01 Juni 2011

memek bos cantik

Bos Cantik Doyan kontol
Setelah tamat dari sekolah, aku mencoba merantau ke Jakarta. Aku berasal dari keluarga yang tergolong miskin. Di kampung orang tuaku bekerja sebagai buruh tani. Aku anak pertama dan memiliki seorang adik perempuan, yang masih sekolah di SMP.
Aku ke Jakarta hanya berbekal ijazah SMU. Dalam perjalanan ke Jakarta. Di Jakarta aku numpang di rumah sepupu, yang kebetulan orangtuanya punya Usaha warteg. Dan mereka sudah punya rumah sendiri, sepupuku yang terpaut usia 1 tahun denganku sedang kuliah di salah satu PTS Jakarta selatan. Selain berbekal ijazah yang nyaris tiada artinya itu, aku memiliki keterampilan hanya sebagai supir angkot. Aku bisa menyetir mobil, karena aku di kampung, setelah pulang sekolah selalu diajak Bapakku untuk narik angkot. Aku menjadi keneknya, Bapak supirnya. Tiga tahun pengalaman menjadi awak angkot, cukup membekal aku dengan keterampilan setir mobil.
Aku hampir putus asa tatkala tinggal di Jakarta, karena setelah tinggal tiga bulan aku belum juga dapat kerja. Aku malu kalau harus ngerepotin Bude dan pakde ku. Yah walaupun aku tinggal gak hanya diam aja, aku ikut Bantu-bantu di warteg. Hingga Pada suatu hari, yakni hari selasa, ketika aku sedang bantu-bantu di warteg, aku dipanggil Pakde yang menawarkanku menjadi supir pribadi Bu Nani. Dia adalah bos pak Nuridin yang biasa makan di warteg Pakdeku. Aku langsung menyanggupi tawaran itu, dan segera ganti baju untuk ikut dengan pak Nuridin ke Rumahnya Bu Nani. Ketika memasuki halaman rumah yang besar seperti istana itu, hatiku berdebar tak karuan. Kami dipersilahkan duduk oleh seorang pembantu muda di ruang tamu yang megah itu, tak lama kemudian muncul seorang wanita yang tampaknya muda. Kami memberi hormat pada wanita itu. Wanita itu tersenyum ramah sekali dan mempersilahkan kami duduk, Pak Nuridin dipersilahkan kembali ke kantor oleh wanita itu, dan di ruangan yang megah itu hanya ada aku dan dia si wanita itu.
“Benar kamu mau jadi supir pribadiku?”, tanyanya ramah seraya melontarkan senyum manisnya.
“Iya Nyonya, saya siap menjadi supir nyonya.”, jawabku.
“jangan panggil Nyonya, panggil saja saya Ibu Nani.”, sergahnya halus. Aku mengangguk setuju.
“Kamu masih kuliah ?”
“Tidak nyonya eh…Bu?!”, jawabku.
“Saya baru tamat SMU, tapi saya berpengalaman menjadi supir sudah tiga ahun”, sambungku.
Wanita itu menatapku dalam-dalam. Ditatapnya pula mataku hingga aku jadi slah tingkah. Diperhatikannya aku dari atas sampai ke bawah.
“Kamu masih muda sekali, ganteng, nampaknya sopan, kenapa mau jadi supir?” tanyanya.
“Saya butuh uang untuk kuliah Bu”, jawabku.
“Baik, saya setuju, kamu jadi supir saya, tapi harus ready setiap saat. Gimana, okey?”
“Saya siap Bu.”, jawabku.
“Kamu setiap pagi harus sudah ready di rumah ini pukul enam, lalu antar saya ke tempat saya Fitness, setelah itu antar saya ke salon, belanja, atau kemana saya suka. Kemudian setelah sore, kamu boleh pulang, gimana siap?”
“Saya siap Bu”, jawabku.
“Oh… ya, siapa namamu?” Tanyanya sambil mengulurkan tangannya. Spontan aku menyambut dan memegang telapak tangannya, kami bersalaman. “Saya Renal Bu, panggil saja saya Renal.”, jawabku.
Dirumah yang sebesar itu, hanya tinggal Ibu Nani dan Sonia anaknya yang berumur 8 tahun serta seorang pembantu yang bernama Iis, janda juga, suaminya sudah meninggal empat tahun yang lalu karena kecelakaan.
Setahun berlalu tak terasa sudah memasuki tahun pertama aku kerja jadi supir bu Nani. Dan di awal tahun pelajaran aku masuk ke PTS di Jakarta. Keakraban dengan Bu Nani semakin terasa. Setelah pulang Fitness, dia minta jalan-jalan dulu. Yang konyol, dia selalu duduk di depan, disebelahku, hingga terkadang aku jadi kagok menyetir, tapi lama lama biasa.
Suatu hari kami melakukan perjalanan ke puncak, bahkan sampai jalan-jalan sekedar putar-putar saja di kota Sukabumi, hari sudah mulai gelap dan kami kembali meneruskan perjalanan ke Jakarta. Ditengah perjalanan di jalan yang gelap gulita, Bu Nani minta untuk berbelok ke suatu tempat. Aku menurut saja apa perintahnya. Aku tak kenal daerah itu, yang kutahu hanya berupa perkebunan luas dan sepi serta gelap gulita. Ditengah kebun itu bu Nani minta aku berhenti dan mematikan mesin mobil. Aku masih tak mengerti akan tingkah Bu Nani.
Tiba-tiba saja tangan BuMaya menarik lengaku.
“Coba rebahkan kepalamu di pangkuanku Nal?”, pintanya.
Aku menurut saja, karena masih belum mengerti. Astaga… setelah aku merebahkan kepalaku di pangkuan Bu Nani dengan keadaan kepala menghadap keatas, kaki menjulur keluar pintu, Bu Nani menarik kaosnya ketas. Wow… samar-samar kulihat buah dadanya yang besar dan montok. Buah dada itu didekatkan ke wajahku. Lalu dia berkata: “Cium nal Cium… isaplah, mainkan sayang…?”, pintanya. Baru aku mengerti, Bu Nani mengajak aku ketempat ini sekedar melampiaskan nafsunya. Sebagai laki-laki normal, karuan saja aku bereaksi, kejantananku hidup dan bergairah.
Kupegangi tetek Bu Nani yang montok itu, kujilati putingnya dan kuisap-isap. Tampak nafas Bu Nani terengah-engah tak karuan, menandakan nafsu biarahinya sedang naik. Aku masih mengisap dan menjilati teteknya. Lalu Bu nani minta agar aku bangun sebentar.
Dia melorotkan celana trainingnya hingga kebawah kaki. Bagian bawah tubuh Bu Nani tampak bugil. Samar-samar oleh sinar bulan di kegelapan itu.
“Jilat Nal jilatlah, aku nafsu sekali, jilat sayang”, pinta Bu nani agar aku menjilati memeknya.
Oh… memek itu besar sekali, menjendol seperti kura-kura. Tampaknya dia sedang birahi sekali, seperti puting teteknya yang ereksi. Aku menurut saja, seperti sudah terhipnotis. Memek Bu Nani wangi sekali, mungkin sewaktu di restauran tadi dia membersihkan kelaminnya dan memberi wewangian. Sebab dia sempat ke toilet untuk waktu yang lumayang lama. Mungkin disana dia membersihkan diri. Dia tadi ke toilet membawa serta tas pribadinya. Dan disana pula dia mengadakan persiapan untuk menggempur aku. Kujilati liang kemaluan itu, tapi Bu Nani tak puas. Disuruhnya aku keluar mobil dan disusul olehnya. Bu Nani membuka bagasi mobil dan mengambil kain semacam karpet kecil lalu dibentangkan diatas rerumputan. Dia merebahkan tubuhnya diatas kain itu dan merentangnya kakinya.
“Ayo Nal, lakukan, hanya ada kita berdua disini, jangan sia-siakan kesempatan ini Nal, aku sayang kamu Nal”, katanya setengah berbisik.
Aku tak menjawab, aku hanya melakukan perintahnya, dan sedikit bicara banyak kerja. Ku buka semua pakaianku, lalu ku tindih tubuh Bu nani.
Dipeluknya aku, dirogohnya alat kelaminku dan dimasukkan kedalam memeknya. Kami bersetubuh ditengah kebun gelap itu alam suasana malam yang remang-remang oleh sinar gemintang di langit. Aku menggenjot memek Bu Nani sekuat mungkin.
“Jangan keluar dulua ya? Saya belum puas”, pintanya mesra. Aku diam saja, aku masih melakukan adegan mengocok dengan gerakan penis keluar masuk lubang memek Bu Nani. Nikmat sekali memek ini, pikirku. Lalu Bu Maya pindah posisi, dia diatas, dan bukan main permainannya, goyangnyanya.
“Remas tetekku Nal, remaslah… yang kencang ya?”, pintanya. Aku meremasnya.
“Cium bibirku Nal..cium!” Aku mencium bibir indah itu dan kuisap lidahnya dalam-dalam, nikmat sekali, sesekali dia mengerang kenikmatan.
“Sekarang isap tetekku, teruskan… terus… Oh… Ohhhh… Nal… Renal… Ohhh…. aku keluar nal… aku kalah…” Dia mencubiti pinggulku, sesekali tawanya genit.
“Kamu curang… aku kalah”, ujarnya. “Sekarang gilirang kamu nal… keluarkan sebanyak mungkin ya?”, pintanya. “Saya sudah keluar dari tadi Bu, tapi saya tetap bertahan, takut Ibu marah nanti”, jawabku. “Oh Ya?… gila… kuat amat kamu?!”, balas Bu Nani sambul mencubit pipiku.
“Kenapa Ibu suka main di tempat begini gelap?” “Aku suka alam terbuka, di alam terbuka aku bergairah sekali. Kita akan lebih sering mencari tempat seperti alam terbuka. Minggu depan kita naik kapal pesiarku, kita main diatas kapal pesiar di tengah ombak bergulung. Atau kita main di pinggir sungai yang sepi, ah… terserah kemana kamu mau ya Nal?”
Selesai main, setelah kami membersihkan alat vital hanya dengan kertas tisue dan air yang kami ambil dari jerikan di bagasi mobil, kami istirahat. Bu Nani yang sekarang tidur di pangkuanku. Kami ngobrol panjang lebar, ngalor-ngidul. Setelah sekian lama istirahat, kontolku berdiri lagi, dan dirasakan oleh kepala Bu nani yang menyentuh batang kejantananku. Tak banyak komentar celanaku dibukanya, dan aku dalam sekejap sudah bugil. Disuruhnya aku tidur dengan kaki merentang, lalu Bu nani membuka celananya yang tanpa celana dalam itu. Bu nani mengocok-ngocok penisku, mengurut naik-turun. Karuan saja penisku semakin membesar dan membesar. Diisapnya penisku yang sudah ereksi besar sekali, dimainkannya lidah Bu Nani di ujung penisku. Setelah itu, Bu nani menempelkan buah dadanya yang besar itu di penisku. Dijepitkannya penisku kedalam tetek besar itu, lalu di goyang-goyang seperti gerakan mengocok.
“Giaman Nal? Enah anggak?”
“Enak Bu, awas lho nanti muncrat Bu”, jawabku…
“Enggak apa, ayo keluarkan, nanti kujilati pejumu, aku mau kok!”
Bu nani masih giat bekerja giat, dia berusaha untuk memuaskan aku. Tak lama kemudian, Bu nani naik keposisi atas dan seperti menduduki penisku, tapi lobang memeknya dimasuki penisku. Digoyang terus… hingga aku merasakan nikat yang luar biasa. Tiba-tiba Bu nani terdiam, berhenti bekerja, lalu berkata: “Rasakan ya Nal? Pasti kamu bakal ketagihan.” Aku membisu saja. dan ternyata Ohh… memek Bu nani bisa melakukan gerakan empot-empot, menyedot-nyedot dan mengurut-urut batang kontolku dari bagian kepala hingga ke bagian batang bawah, Oh… nikmat sekali, ini yang namanya empot ayam, luar biasa kepiawaian Bu nani dalam bidang seksual. “Enak sayang?”, tanyanya. Belum sempat aku menjawab, yah… aku keluar, air maniku berhamburan tumpah ditenga liang kemaluan Bu nani.
“Itu yang namanya empot-empot Nal, itulah gunanya senam sex. Berarti aku sukses latihan senam sex selama ini”, katanya bangga.
“Sekarang kamu puasin aku ya ?”, Kata Bu nani seraya mengambil posisi nungging. Kutancapkan lagi kontolku yang masih ereksi kedalam memek Bu Nani, Ku genjot terus. “Yang dalam Nal… yang dalam ya… teruskan sayang…? oh….enak sekali penismu… oh… terus sayang ?!” Pinta Bu Nani.
Aku masih memuaskan Bu Nani, aku tak mau kalah, kujilati pula lubang memeknya, duburnya dan seluruh tubuhnya. Ternyata Bu Nani orgasme setelah aku menjlati seluruh tubuhnya. “Kamu pintar sekali Nal? Belajar dimana?” “Tidak bu, refleks saja”, jawabku.
Sebelum kami meninggalkan tempat itu, Bu Nani masih sempat minta satu adegan lagi. Tapi kali ini hanya sedikit melorotkan celana trainingnya saja. Demikian pula aku, hanya membuka bagian penis saja. Bu Nani minta aku melakukanya di dalam mobil, tapi ruangannya sempit sekali. Dengan susah payang kami melakukannya dan akhirnya toh juga mengambil posisinya berdiri dengan tubuh Bu Nani disandarkan di mobil sambil mengangkat sedikit kaki kanannya.
Sejak saat malam pertama kami itu, aku dan Bu Nani sering bepergian keluar kota, ke pulau seribu, ke pinggir pantai, ke semak-semak di sebuah desa terpencil, yah pokoknya dia cari tempat-tempat yang aneh-aneh. Tak kusadari kalau aku sebenarnya menjadi gigolonya Bu nani. Dan beliau pun semakin sayang padaku, uang mengalir terus ke kocekku, tanpa pernah aku meminta bayaran. Dia menyanggupi untuk membiayai kuliah hingga tamat, asal aku tetap selalu bersama Bu Nani yang cantik itu.

tante bobo




Ngintip tante bobo




ciuman hot


dewi persik ciuman
foto ciuman abg
foto ciuman pelajar
gambar ciuman
foto ciuman ahmad dhani
foto foto ciuman

wanita siap buat di kerjain

















janda



gimana gan kalau kita hajar ni janda bahenol,kita kasih rudal ganas....kita buat para janda ini meringis,memeknya kita obok2,pepeknya kita masukin cabe,mulutnya kita kasi air mani.........???

Ibu Diperkosa Anak Kandungnya

Namaku Tini, usia 49 tahun, saat ini aku tinggal di kota Cirebon. Tetangga kiri kananku mengenalku dengan sebutan bu Haji. Ya, di blok komplek rumahku ini, hanya aku dan suami yang sudah naik Haji. Suamiku sudah pensiun dari Departemen Luar Negeri. Kini ia aktif berkegiatan di masjid Al Baroq dekat rumah. Aku pun aktif sebagai ketua pengajian di komplek rumahku ini. Tetangga kami melihat keluargaku adalah keluarga harmonis. Namun mereka bertanya-tanya, mengapa anakku masih kecil, masih berusia satu tahun, padahal aku sudah berusia hampir 50 tahun. Aku bilang saja, yah, maklum, rejeki datang lagi pas usia saya senja begini, mau diapakan lagi, tidak boleh kita tolak, harus kita syukuri.
Sebenarnya aku punya anak lagi, anakku yang sulung, laki-laki, dan saat ini mungkin ia sudah berusia 26 tahun. Namanya Roni. Sebelum kelahiran anakku yang masih bayi ini, Roni adalah anak tunggal. Sampai akhirnya aku usir dia dari rumah ini dua tahun yang lalu. Dan sampai detik ini, suamiku, Beny, atau orang akrab memanggil dia Pak Haji Beny atau Pak Ustad, ia belum tahu alasan mengapa Roni meninggalkan rumah sejak dua tahun yang lalu itu, jika suamiku bertanya padaku, aku terpaksa berbohong, bilang tidak tahu dan pura-pura kebingungan. Walaupun aku tahu, karena akulah yang mengusir Roni dari rumah tanpa sepengetahuan suamiku.
Cerita sedih ini berawal ketika Roni yang selama 15 tahun kami tinggalkan hidup dengan Neneknya di Cirebon, akhirnya kumpul bersama dengan kami layaknya keluarga. Bisa aku tinggalkan selama 15 tahun karena aku dan suami harus tinggal di Belanda. Saat aku dan suami ke Belanda, Roni baru berusia delepan tahun, ibuku (nenek Roni) tidak ingin jauh dari Roni, beliau mungkin takut Roni akan terbawa arus kehidupan eropa dan lupa adat indonesia. Jadilah Roni tinggal di Cirebon bersama ibuku, lalu aku dan suami tinggal di Eropa.
Lima belas tahun kemudian, aku dan suami pulang ke tanah air, sebelum pulang aku dan suami menyempatkan diri untuk naik haji. Setelah pulang menunaikan haji, aku dan suami pulang ke tanah air dan pergi ke Cirebon. Tak kusangka anakku sudah besar, ya Roni telah berusia 23 tahun. Kami lihat ia tumbuh menjadi anak yang sangat soleh, santun dan lemah lembut.
Aku sangat berterima kasih dengan ibu waktu itu, telah membuat Roni tetap menjadi anak yang baik dan rajin beribadah. Beberapa bulan setelah kami berkumpul bersama, ibuku (nenek Roni) meninggal. Kami sedih sekali waktu itu.Setelah itu kami hidup sekeluarga bertiga.
Kehidupan keluarga kami sangat sakinah mawadah dan rohmah. Aku bangga sekali punya anak Roni. Ia rajin ke mesjid dan mengaji. Hal itu membuat aku dan suami selalu merasa bahagia. Seakan-akan kami awet muda rasanya.
Kebahagiaan ini juga mempengaruhi kemesraan aku dan suami sebagai suami istri. Walaupun kami sudah tua, tapi kami masih rutin melakukan hubungan pasutri meski hanya satu minggu sekali. Sampai suatu hari, suamiku mendapat tugas dari untuk dinas selama tiga bulan di Qatar. Suamiku mengajak kami berdua (aku dan Roni anakku) namun Roni yang sudah kerasan tinggal di Cirebon menolak ikut, akupun karena tidak mau lagi jauh dengan anakku menolak ikut. Akhirnya hanya suamiku sendiri saja yang pergi.
Hari-hari tanpa suamiku, hanya aku dan anakku tinggal di rumah kami. Aku sibuk sebagai ketua pengajian ibu-ibu dan memberikan ceramah kecil-kecilan setiap ada arisan di komplek rumahku ini. Roni aktif sebagai remaja masjid di masji Baroq dekat rumah. Terkadang karena aku sudah berusia hampir 50, aku mudah merasa capek setelah berkegiatan.
Suatu siang aku merasa sangat capek, sehabis pulang memberikan ceramah ibu-ibu di masjid. Aku pun langsung tertidur. Saat aku tengah-tengah enaknya merasa nyaman dengan kasurku, aku seperti merasa ada sesuatu yang membuat paha, pinggang dan daerah dadaku geli dan gatal. Setengah sadar dan tidak sadar, aku lihat Roni sedang berada di dekatku. Sambil setengah ngantuk aku berkata, “Kenapa Ron? Mama capek nih…”
“Ga, ma, Roni tahu, makanya Roni pijetin, udah mama tidur aja”, balas Roni.
Aku senang mendengarnya, senang pula punya anak yang tumbuh dewasa dan baik seperti Roni. Oh terima kasih Tuhan.
Lama kelamaan, aku mengalami hari yang sangat aneh, terutama setiap malam saat aku tidur. Aku merasa, ada sesuatu yang menggelitik daerah sensitifku, terutama daerah selangkanganku. Enak sekali rasanya, oh apakah ini setengah mimpi yang timbul akibat hasratku sebagai seorang istri yang butuh kehangatan suami. Ya, aku yakin karena aku ditinggal suami saat aku lagi merasa kembali muda dan penuh gairah, makanya aku sering sekali mimpi basah setiap malam. Mimpi yang rasanya sadar tidak sadar, kenikmatannya seperti nyata. Ya, aku menjadi senang tidur malam, karena ingin cepat-cepat mimpi basah lagi. Aku menduga ini adalah rejeki dari Tuhan, agar gairahku sebagai istri tetap terjaga, dan kebutuhan biologisku tetap tersalurkan walaupun hanya diberi mimpi basah sama Tuhan. Oh… nikmat sekali. Aku membayangkan suamiku, Beny, yang berhubungan denganku, oh nikmat sekali. Dan karena seringnya dikasih mimpi basah oleh Tuhan, setiap pagi aku bangun aku merasa kemaluanku selalu basah kuyup sampai celana dalamku basah total. Yah, jadinya aku punya kebiasaan baru selalu mandi wajib setiap pagi. Yang aku takuntukan hanya satu, takut saat aku mimpi basah, aku mengigau dan takut suara mendesahku terdengar anakku Roni. Tapi saat aku liat dari gelagatnya sehari-hari, nampaknya ia tidak tahu.
Sampai tiga bulan lamanya, hampir tiap malam aku selalu mimpi basah, aku jadi heran. Apa penyebabnya dari nutrisi yang kumakan atau kuminum sehari-hari ya? Hmm, mungkin saja. Soalnya aku punya kebiasaan minum teh hijau sebelum tidu. Kata dokterku itu baik untuk orang setua aku, apalagi biar selalu sehat menjelang usia setengah abad. Akhirnya aku coba meminum teh hijau, saat pagi hari, malamnya kucoba tidak minum.
Malam harinya, saat aku tidur, ditengah asyiknya tidurku, dan gelapnya lampu kamarku. Aku merasa perasaan mimpi basah mulai datang kembali, yah, mmh, rasanya ada yang menggelitik kemaluanku, sesuatu yang lembut, oh, bergerak-gerak. Selangkanganku pun ikut tergelitik hingga aku merasa ada sesuatu yang membuat basah kemaluan dan selangkanganku. Lalu berbarengan dengan rasa sensasi pada daerah kemaluanku, sesuatu yang lebut bergerak-gerak menyentuh buah dadaku, bergantian, pertama yang kiri lalu yang kanan, kemudian.. Aw!.. Ada rasa hisapan yang lembut hangat namun kuat pada puting buah dadaku yang sebelah kanan. Oh enak sekali, terima kasih Tuhan, jantungku mulai berdegup kencang, ini rasanya seperi nyata, yah! Tiba-tiba aku merasa tertindih oleh seuatu, hisapan kenikmatan juga tidak berhenti. Lalu ada sesuatu yang menusuk masuk ke liang kemaluanku saat itu aku setengah sadar terbangun, dan aneh, rasa ini masih kurasakan, setengah sadar aku jelas sekali ternyata memang ada sesuatu yang menindihku, sekilas aku masih membayangkan ini suamiku, berikut terdengar dari sesuatu itu suara perlahan yang serak, “ooohgh… Oogghh…”
Siapa ini?! Astaghfirullah!! Saat aku tersadar penuh dan mataku terbelalak. Dalam keremangan gelapnya kamar aku sadar bahwa seseorang telah menindihku dan menyetubuhiku!! Lebih kaget lagi saat aku mendengar suara seseorang yang menindihku itu berkata, “Maaah… Ayo ma… oughhgh… Uhhh… mamahhh…”
Langsung kudorong dia kuat-kuat!
“Roni!! Kurang ajar!!! ASTAGHFIRULLAAH!!”
Roni langsung berlari keluar kamar, aku pun langsung mengejar sambil menangis penuh amarah.
“Roni!!”, bentakku.
“Maafin Roni Ma! Roni ga tahan!”, Roni pun menangis takut.
Aku tak kuasa bingung menghadapi perasaan ini, antara kalut, marah, benci, jijik, sedih dan takut. Hingga terucap kata-kata yang langsung keluar dari muluntuku, “Keluar dari rumah ini!!! Kamu bukan anak mama!!! Setan kamu! Binatang kamu ya!”
Roni keluar rumah berlari. Aku duduk lemas menangis. Jadi, selama tiga bulan ini, baru aku sadari, mimpi basah itu bukan hanya sekedar mimpi.
Semua mimpi itu nyata. Anakku!? Anakku sendiri yang melakukan ini padaku?!!
Selama dua, tiga minggu aku tidak keluar rumah, bahkan semenjak kejadian itu aku jatuh sakit. Sampai saat itu aku masih tidak habis pikir dan belum lupa kejadian itu, dalam benakku terbesit, ya Tuhan, selama ini anakku telah menodai aku, aku ibunya, selama ini anakku yang selalu rajin beribadah ternyata adalah setan yang mengumbar nafsunya pada tubuhku yang mulai renta ini… Dosa apa hamba, ya Tuhan!?
Saat aku menerima sepucuk surat yang dikirim oleh Roni, tanpa alamat jelas, ia berkata meminta maaf pada ku, ia mengakui bahwa ia sudah mulai tertarik secara seksual denganku sejak aku bertemu lagi dengannya, ia bilang aku cantik dan menarik, ia mengaku telah memberi obat tidur pada teh hijau yang selalu aku minum tiap malam agar aku teler dan tidak sadar saat ia memperkosaku… Pantas saja! Pantas ia selalu bermuka manis menyiapkan teh hijau tanpa kuminta terlebih dahulu. Ternyata selama ini anakku adalah Iblis laknat yang merusak semuanya. Roni pun berkata pada akhir suratnya, bahwa ia tidak lagi akan pulang ke rumah, ia malu dan merasa bersalah.
Membaca surat itu, aku merasa benci sekali! Ya, “Kamu bukan anakku!”, Kurobek dan kubakar surat itu.
Sebulan kemudian, tepat saat dua minggu sebelum suamiku pulang, aku merasa pusing dan mual. Ya Tuhan, masa sih aku hamil!? Tidak! Ini tidak mungkin!! Aku pun memastikan dengan membeli dan menggunakan tes kehamilan, berdebar-debar aku melihat hasilnya. ASTAGHFIRULLAH! Aku positif hamil! Tidak! Aku menggandung anak dari anakku sendiri!
Aku pun lemas dan sempat sedikit pingsan. Aku menangis tiada henti-hentinya. Apa yang harus kukatakan pada suamiku nanti? Apa yang akan tetangga bilang jika tahu aku ini seorang bu Haji yang hamil hasil hubunganku dengan anak kandungku sendiri? Apa yang akan terjadi! Apa lebih baik aku mati saja!! Tidak aku tidak mau mati! Itu dosa!
Lalu, saat suamiku pulang, aku tutupi semuanya yang telah terjadi selama tiga bulan ini. Aku pura-pura menangis karena Roni belum pulang-pulang sudah dua minggu. Lalu aku dan suami sempat lapor ke polisi. Di tengah-tengah itu, aku juga pura-pura merasa kangen dengan kedatangan suamiku dan mengajaknya melakukan hubungan suami istri sesering dari biasanya. Suamiku heran, namun ia maklum, ya yang pikirnya, biasanya aku dan dia berhubungan seminggu sekali, ini tidak melakukannya dalam tiga bulan lamanya. Sudah pasti wajar jika aku selalu minta berhubungan terus.
Dua minggu setelahnya, aku mengaku hamil. Suamiku kaget, loh, khan menggunakan kondom? Kok bisa. Aku bilang saja, mungkin saja jebol. Khan wajar karena kondom tidak akurat 100%. Suamiku pun mengangguk setuju. Cuma ia hanya khawatir apakah aku tidak apa-apa umur segini hamil lagi. Akupun meyakinkan dia tidak apa-apa, walaupun hatiku meringis dan menangis karena mengingat bayi ini hasil hubunganku dengan anakku. Tidak! Anakku yang memperkosa aku!!!
“Ma”, sapaan suamiku menyadarkan aku dari lamunanku tentang masa lalu. Aku lihat suamiku sudah siap berangkat ke masjid.
“Ma, aku pergi ke masjid dulu ya, mama biar jaga si kecil yah”, pamitnya.
“Iya pa”, jawabku.
Ya, si kecil ini telah lahir ke dunia. Saat ini ia berada di pangkuanku. Kuperhatikan wajahnya. Mirip sekali dengan Roni, anakku… Oh bukan… Ayah dari anakku.
Back || Exit

Ibu Yang Menggairahkan

Namaku Ikin. Umurku sekarang 18 tahun dan Ibuku berumur 38 tahun.
Ibuku Sangat cantik dan seksi layaknya gadis umur 25 tahunan. Dia
pandai merawat tubuhnya. Kulitnya yang putih mulus, buah dada yang
besar dengan putingnya yang kecoklatan, dan juga kakinya yang jenjang
dan seksi. Aku tak mengerti mengapa memandang ibuku seperti itu, tapi
aku dapat memastikan setiap laki-laki yang melihat ibuku pasti ingin
memilikinya.
Ayahku pengusaha sukses yang sangat sibuk, Ia biasa bepergian ke luar
kota bahkan ke berbagai negara untuk mengurus bisnisnya. Dia
memberikan semua kebutuhan kami seperti rumah yang sangat besar
dengan taman yang luas, juga sarana olah raga di rumah.
Ceritanya bermula ketika usiaku 15 tahun dan ibuku 35 tahun. Suatu
hari kulihat ayahku sedang bersiap-siap untuk perjalanan bisnisnya
selama kurang lebih dua minggu. Ketika akan berangkat, dia berpesan
agar menjaga rumah dan ibuku, dan agar jangan macam-macam sehingga
menyusahkan ibuku, selama ayah keluar kota.
Hari itu berlalu seperti biasanya tanpa sesuatu hal luar biasa yang
terjadi. Kesokan harinya cuaca sangat panas dan kering, lebih panas
dan kering dari biasanya karena saat itu lagi puncaknya musim
kemarau. Kebetulan waktu itu lagi libur semesteran jadi aku tidak ke
sekolah. Ketika keluar dari kamarku, kucari ibuku ke tempat biasanya.
Kulihat ibuku di kolam renang mengenakan bikini yang belum pernah
kulihat sebelumnya. Ketika kulihat dadanya yang seperti mengambang di
air, kurasakan burungku mulai mengeras. Begitu melihatku, dia
menyuruhku mengambil sarapan yang telah disiapkan di dapur.
Ketika aku didapur, ibuku selesai dari kolam renang kemudian
membersihkan badannya di kamar mandi. Kucoba untuk mengintipnya, tapi
pintu kamar mandi terkunci rapat. Aku pergi ke ruang tengah sambil
tetap membayangkan goyangan dadanya dengan air bercucuran sampai ke
kaki jenjangnya yang seksi.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian dia menghampiriku ke ruang
tengah dan aku tak dapat membuang bayangan tubuh ibuku yang sangat
menggairahkan.
Jam 11 siang ketika sedang nonton tv, ibuku bilang akan tidur siang.
Aku berharap dia akan mengajaku tidur bersama di sampingnya. Ketika
berjalan menaiki tangga, kulihat goyangan pinggulnya yang membuat
burungku mengeras lagi.
Jam 12 siang aku bermaksud tidur siang. di kamarku aku tidak bisa
tidur karena cuaca yang tidak enak, dan aku tak bisa membuang
lamunanku tentang tubuh indah ibuku. Aku pegang burungku yang sudah
sangat keras dan kukocok-kocok sambil membayangkan goyangan dada
ibuku waktu di kolam renang.
Setelah selesai, kucoba untuk tidur kembali, tetapi meskipun mata
terpejam tetap tidak bisa tidur. Burungku masih sangat keras. Aku
tidak tahu harus berbuat apa. Aku sangat menginginkan ibuku.
Aku keluar kamarku memakai celana pendek, kemudian ke kamar ibuku.
Pintunya terbuka. Dia tidur tengkurap dengan kedua kakinya agak
terbuka. dia memamakai celana kolor tapi masih menutupi pantatnya.
Ibuku kalau tidur seperti orang mati, susah bangunya, tapi aku takut
sekali.
Aku mulai mengelus-ngelus burungku yang masih dalam celana pendekku.
Aku merasakan sesuatu yang nikmat sekali, sampai aku tak tahan lagi.
Aku berdiri di samping ranjangnya dan kusemprotkan seluruh maniku
disekujur kaki jenjangnya. Aku melenguh dan mendesah perlahan sekali,
Aku merasa takut sekali kalau dia terbangun karena cucuran maniku
yang panas di sekujur kakinya. Aku kembali ke kamarku, tak dapat
kupercaya kusemprotkan maniku ke tubuh ibuku. Aku merasa berdosa
sekali, kemudian aku tertidur lelap.
Paginya deg-degan aku sudah siap-siap akan kemarahan ibuku, tapi kok
ya.., tidak apa-apa, sepertinya dia tidak menemukan bekas maniku pada
saat dia bangun. Aku berjanji pada diriku sendiri tidak akan
melakukan itu lagi, karena dia adalah ibuku. Sepanjang siang itu
sikap ibuku biasa-bisa saja seperti tidak ada apa-apa. Kupikir dia
tahu tapi dia menyukainya, entahlah…, Atau maniku telah mengering
waktu dia bangun.
Dua malam kemudian burungku tegang lagi. Malam itu adalah malam
terpanas pada musim kemarau tsb. Aku tak bisa tidur lagi, kulihat
pintu kamar ibuku tertutup. Kupikir dia tahu apa yang telah kulakukan
dan dia menginginkanya lagi.
Kubuka perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara dan kemudian masuk ke
kamar ibuku. Kulihat ibuku tertidur hanya memakai celana dalam dan
BH. Tak dapat kupercaya mataku melihatnya setengah telanjang.
Kupegang burungku dan kukocok dengan keras, ketika maniku akan
keluar, kusemprotkan di selangkanganya dan di atas celana dalamnya.
cepat-cepat aku kembali ke kamarku. Kupikirkan apa yang telah terjadi
sampai aku terdidur.
Paginya masih seperti biasa ibuku tidak apa-apa. Aku masih penasaran,
tahu nggak sih kelakuanku, gimana caranya untuk meyakinkan hal itu?
Malam berikutnya aku ke kamar ibuku lagi, dia memakai celana dalam
dan BH saja, tapi kali ini tidurnya miring. Wah…, gimana caranya
ngocok nih. Aku mau kemut teteknya, mungkin dia akan membunuhku kalau
sampai terbangun. Kucoba untuk merabanya, waduh gimana caranya ya…,
aku gemetaran.., Kulihat ada vaseline di meja rias. Lalu kuambil dan
kuoleskan pada burungku. Lalu aku nekad akan kucoba gesek-gesekan
burungku ke ibuku.
Aku naik ke ranjang dan berbaring di belakangnya dan mulai mengesek-
gesekan burungku ke pantatnya. Dia masih tertidur, tidak bergerak.
Kuselipkan burungku lebih bawah lagi diantara kakinya dan mulai
kutekan-tekan. Sebenarnya aku takut dia bangun kalau aka kebanyakan
bergerak, tapi aku nggak tahan. Aku pompa burungku keluar masuk di
antara kakinya. Tak berapa lama maniku muncrat di antara kedua
kakinya dan sebagian meleleh kena vaginanya. Aku kembali ke kamarku
dengan pikiran dipenuhi bayangan vaginanya.
Paginya masih seperti biasa, ibuku tidak ngomong apa-apa, sehingga
menambah rasa penasaranku, masak sih dia tidak merasakan ada bekas
vaseline dan maniku di kakinya.
Kucoba untuk mengetesnya. Kutunggu di kamarku sampai jam 6 pagi. Aku
tahu persis ibuku selalu bangun jam 7 pagi setiap hari, aku ke
kamarnya dan menggesek-gesekan burungku di antara kakinya, butuh
waktu 30 menit untuk muncrat di kakinya, kemudian akau keluar tiduran
sambil menunggu apa yang akan terjadi.
Jam 7 pagi ibuku bangun terus mandi. Aku keluar kamar terus ke dapur.
Dia sedang sarapan dan bicaranya wajar seperti tidak ada apa-apa
sambil mencuci piring. Aku ke kamar mandinya, kulihat celana dalamnya
basah kuyup oleh maniku. Sekarang akau yakin sekali, ibuku tahu
kelakuanku. Malah aku jadi bingung sendiri, soalnya ibuku tidak
memperlihatkan perubahan apapun. Dia pergi ke supermarket dan kembali
tiga jam kemudian. Aku masih memikirkan apa yang akan kulakun dengan
ibuku malam ini.
Kita nonton TV, kemudian ibuku bilang akan pergi tidur. Kutunggu
hampir 2 jam, biar dia tidur nyenyak dulu. Kemudian masuk kamarnya
dan kulihat dia tidur berselimut. sialan.., rupanya dia tidak suka
aku kerjain. Aku sudah tegang banget, kuambil vaseline kuoleskan ke
burungku kemudian akau naik keranjang. Dia tidur tengkurap dengan
kakinya terbuka sangat lebar. Kucoba singkap selimutnya agar bisa
mengocok di antara kakinya.
Ketika kusingkap selimutnya, jantungku hampir berhenti berdenyut, dia
telanjang bulat! Aku lihat vaginanya dengan jelas dan bibir vaginanya
kelihatannya begitu hangat. Dengan tangan gemetaran kusentuh
vaginanya perlahan kemudian kuusap-usap dengan lembut.
Lama-lama vaginanya semakin basah, kemudian kutarik kedua kakinya
berlawanan sehingga kakinya semakin membentang lebar.
Tiba-tiba dia bergerak, posisinya menjadi miring membelakangiku. Tapi
kedua kakinya masih terbuka lebar. Aku berbaring di belakangnya dan
mulai mengocokkan burungku di antara kakinya dan kucoba menyentuh
vaginanya. Dia tidak bergerak ketika perlahan-lahan burungku masuk
makin dalam ke vaginanya. Aku mulai memompanya keluar masuk perlahan-
lahan, kudengar dia mendesah kayaknya sedang mimpi.
Aku nggak tahan lagi, sehingga kocokanku semakin keras dan cepat.
Kurasakan cairan di vaginanya semakin deras. Aku juga merasakan sudah
waktunya akan orgasme, tiba-tiba dia melepaskan burungku dari
vaginanya sehingga maniku berhamburan di bibir vaginanya. Kemudian
dia tidur lagi telentang dengan kedua kakinya dirapatkan.
Kulihat kedua teteknya yang besar. Kemudian kujilat dan kuhisap-
hisap. Ibuku mendesah-desah ketika kuhisap putingnya. Aku mulai
menggesek-gesekan burungku lagi dan air maniku berceceran di antara
teteknya. Aku kembali kekamarku dan sulit kupercaya apa yang telah
terjadi aku telah ngentotin ibuku. Kemudian aku tertidur dengan
nyenyak sekali.
Pagi harinya kulihat ibuku memakai daster. Kulihat juga puting
susunya di balik dasternya yang tipis. Dia tidak ngomong apapun
tentang semalam. Heran.., kenapa dia melepaskan vaginanya sebelum aku
orgasme. Aku masih takut-takut untuk mulai ngomong denganya.
Siangnya ibuku pergi dengan temannya untuk menghadiri pesta
perkawinan. Jam 11 malam baru pulang, mungkin jalan-jalan dulu. Dia
bilang sangat lelah sekali dan ingin tidur dengan nyenyak. Ketika
ngomong begitu dia tersenyum manis sekali kemudian menciumku dan
bilang selamat malam. Kutunggu hampir 1 jam, kemudian kulepas semua
pakaianku kemudian kekamar ibuku, pintunya terbuka.
“Wwaaw..!, Dia tidur telanjang tanpa sehelai benangpun menutupi
tubuhnya. Tidurnya telentang dengan kedua kakinya terbuka sangat
lebar. Aku berlutut di antara kedua kakinya dan mulai mengelus-elus
vaginanya dengan tangan sebelahnya kuusap-usap putingnya. Vaginanya
semakin basah saja dan burungku semakin keras. Kuarahkan burungku ke
vaginanya, “Hmm…, nikmatnya”, dan dia kudengar mendesah juga.
Kurasakan otot vaginanya meremas-remas burungku sehingga aku mulai
memompa lebih cepat dan keras. Aku hisap putingnya juga. Ibuku
terbangun!, dengan suaranya yang perlahan nyaris tak terdengar dia
bilang, “Oh.., Ikin apa yang kamu lakukan?, aku ibumu”.
“Aku sangat mencintaimu Mam dan aku akan ngentotin Mami jika Mami
menginginkanya juga”
Kemudian dia bilang sambil mendesah, “Ok, tapi jangan semprotkan di
dalam, Aku tak mau dihamili anaku sendiri”.
Ketika kudengar itu, kugenjot semakin keras dan keras.
Dia bilang, “Oh Kin, Yang keras lagi dong. Mami suka burung besarmu.
Oooh.., Mami mau sampai, Kin, Mami…, ssaammpppaaii…”
Kugenjot tambah keras lagi. Kurasakan aku mau sampai juga.
“Aku ingin semprotkan di dalam Mam, Akan kusemprotkan semuanya di
dalam.”
“Jangan kin…, tolong jangan…, Mami tidak pakai kontrasepsi…,
ntar Mami hamil anakmu”
“Nggak bisa Mam, aku sangat menginginkanya. Sekaranghh Mam…, Mam
aku sampai”
“Kin manimu panas sekali, Mami suka sekali sayang.”
“Tapi.., iyer.., terus sayang.., teruskan..,a..aahh”
Ternyata dia sangat menyukainya, so kita ngentot tiap hari sampai
ayahku pulang.
Setelah itu, kita selalu tidur sekamar kalau ayah keluar kota lagi.
Sekarang umurku 18. Ibuku 38 dan kita masih ngentot terus. Ibuku
hamil, tapi dia putuskan untuk mengugurkannya karena dia tidak ingin
punya bayi dariku. Tapi dia bilang, boleh ngentotin dia terus kalau
ayah bepergian.

Mama Di Taman

Mama saya, seperti kebanyakan wanita wanita lain, sangat senang dengan
tanaman. Di usia nya yang separuh baya, hampir sebagian waktunya
dihabiskan
untuk mengurusi bunga-bunganya yang nyaris memenuhi seluruh halaman
rumah
kami yang luas. Setiap sore mama selalu berada di halaman belakang,
terbungkuk - bungkuk merawat bunga-bunga kesayangannya. Jika liburan
begini,
biasanya sepanjang sore kubahiskan waktu untuk memperhatikan Mama.
Terus
terang, saya senang sekali mencuri - curi pandang pada gundukan
payudaranya
yang hampir menyembul dari belahan dasternya, pahanya yang sekali-
sekali
tersingkap jika Mama menungging, atau memeknya yang membayang dari
celana
dalamnya yang jelas terlihat sewaktu Mama berjongkok.
Sewaktu waktu, dengan tidak sengaja, Mama membungkuk kearah ku yang
lagi
asyik duduk di gazebo. Kedua belah payudaranya yang tanpa beha hampir
seluruhnya keluar dari leher dasternya. Kedua putting payudaranya
jelas-jelas terlihat. Mungkin karena gerah, Mama tidak mengancingkan
hampir
separo kancing dasternya. Aku hanya bisa melongo, batang kontolku
langsung
ereksi, kalau nggak cepat cepat aku ngacir, mungkin Mama bisa melihat
separo
batang kontolku yang udah keluar dari pinggang celanaku.
Suatu hari, aku benar benar ketiban rezeki. Nggak sengaja Mama
memberikan
tontonan yang membuatku terangsang berat. Seperti biasa aku sedang
duduk
duduk di gazebo, bertelanjang dada seperti biasa, aku hanya memakai
blue
jeans ketat kegemaranku. Sambil mengembalikan kesadaranku, maklum
habis
tidur siang, aku menemani Mama di halaman belakang. Sambil ngobrol
mengenai
acara wisudaku, Mama asyik dengan bunga-bunganya. Entah kenapa,
mungkin
karena keasyikan ngobrol, Mama nggak sengaja jongkok tepat di depan
mataku.
Walaupun sedikit tertutup dengan tumpukan pupuk, dan ranting ranting
daun,
aku jelas - jelas melihat gundukan memeknya, mulus tercukur tanpa satu
helai
rambut. Ya ampun, mungkin Mama lupa memakai celana dalam !!!. Kontan
aku
jadi terangsang luar biasa. Saking terpananya, aku nggak peduli lagi
sama
batang kontolku yang udah menerobos keluar, menjulang gagah sampai ke
atas
pusarku. Aku baru sadar sewaktu Mama terbelalak melihat kontolku.
Jelas-jelas saja Mama kaget, saking panjangnya,kontolku kalo lagi
ereksi
bisa sampe ke ulu hati.
Dengan wajah merah karena jengah, aku bangkit dan ngacir ke gudang
belakang.
Di tengah kegelapan ku buka resluiting jensku dan mulai mengocok
kontolku.
Tiba tiba pintu terbuka, membelakangai sinar matahari sore - Mama
berdiri di
pintu, tangan kanannya masih memegang sekop kecil. Mama menatap kontol
raksasaku, dan jembutku yang lebat, kemudian menatap wajahku dan
badanku
yang kekar. Aku hanya bisa melongo, tanpa berusaha menghentikan
kocokan ku.
“Ya ampun !”, hanya itu yang keluar dari mulut Mama, entah apa yang
dia
maksudkan. Ku kocok sekali lagi kontolku, membiarkan Mama melihat
kedua
tanganku yang menggenggam erat pangkal dan ujung kontolku yang mulai
memerah.
Ku kocok lebih cepat lagi, sementara tangan kananku menarik celana
dalamku
ke bawah, biar Mama melihat kedua biji kontolku yang bergerak ke sana
ke
sini seirama kocokanku pada batang kontolku.
Terpana oleh pemandangan di depan matanya, atau mungkin karena melihat
ukuran kontolku yang super besar, Mama beranjak masuk sambil menutup
pintu
gudang di belakangnya. Mama mendekatiku sambil mulai melepas satu
persatu
kancing dasternya dan kemudian melepaskannya, benar ternyata Mama
tidak
memakai beha. Kedua bulatan tetek-nya benar- benar membuatku
terangsang,
walaupun sudah turun namun ukurannya hampir sebesar melon. Minimnya
cahaya
yang masuk ke gudang membuat kedua pentilnya tidak jelas terlihat
warnanya.
Mungkin coklat
kehitaman. Aku hanya bisa berkata lirih , “Oh, Mama, tetek Mama benar-
benar
hot!!”.
Dengan beberapa langkah, aku kedepan menyongsong Mama, sambil tanganku
berusaha menggapai salah satu bulatan payudaranya. Sambil berjalan,
kontolku
tegak menjulang di udara. Aku benar - benar terangsang.
Ku peluk pinggang Mama, mulutku terbuka dan lidahku menjulur keluar.
Ujung
lidahku akhirnya menyentuh pentil susu Mama yang besar dan kecoklatan.
Astaga… kontolku serasa akan meledak. Tergesa gesa, Aku mengisap dan
meremas
teteknya yang lain dengan tanganku. Kontolku yang terjepit diantara
perutku
dan perut Mama tiba tiba mengeras lalu… cruttttttt cruttttttt
crutttttttttt.. semprotan demi semprotan kontolku meledak menyemburkan
cairan putih kental membasahi sebagian perut dan tetek Mama.
Tanpa perubahan ekspresi, Mama dengan tenang menggenggam batang
kontolku dan
meremas ujung nya, cairan maniku keluar lagi membasahi telapak
tangannya. Di
sela sela kenikmatan yang kurasakan aku hanya bisa menatap ke bawah,
air
maniku membasahi seluruh tangan dan lengan Mama, beberapa semprotan
jatuh ke
pangkal paha Mama.
Masih di tengah keremangan gudang, tanpa banyak kata-kata, Mama meraih
tanganku dan menggosok-gosokan ke memeknya. Terasa gatal tanganku
sewaktu
telapak tanganku bergesekan dengan permukaan memeknya yang dipenuhi
bulu-bulu pendek. Seumur hidupku baru kali inilah akud dapat melihat
memek
Mama dari dekat. Belum ada lima menit, aku keluar lagi, kali ini air
maniku
menyemprot tepat di
permukaan memeknya.
Kali ini Mama memandangku sambil tersenyum. Aku jadi salah tingkah.
Walaupun sudah dua kali aku keluar, batang kontolku masih keras,
bahkan
semakin keras saja, agak sakit jadinya. Mama semakin membuatku
terangsang
dengan belaian-belaian tanganku pada memek dan kedua buah payudaranya.
Aku membungkuk ke depan dan mulai mengulum tetek Mama sementara
tanganku
yang lain meremas remas tetek yang lain. Membelai dan memencet
pentilnya
yang mengeras. Kedua tangan Mama menggenggam batang kontolku dan aku
mendorong ke memeknya
Di tengah desisan-nya Mama melenguh ketika ujung kontolku menyentuh
memeknya. Di tariknya tanganku ke dalam. Mama kemudian duduk di bibir
bak
mandi dan kemudian mengangkang-kan pahanya. Ku himpitkan badanku ke
tubuh
Mama, wajahku ku susupkan dicelah kedua bukit payudaranya.
Ku hisap yang satu.. kemudian yang lain. Tangan Mama lagi lagi
mencengkram
batang penisku dan kemudian mendorongnya masuk ke dalam memeknya.
Kurasakan
hangat dan basah, dan kemudian kudorong dengan pinggulku, hampir
setengahnya, kemudian kurasakan sudah tidak bisa masuk lagi.
“Sshh…egh..!” Mama mendesis.
Aku mulai memompa kontolku keluar dan masuk, mulutku tetap mengulum
kedua
teteknya bergantian. Semakin lama semakin cepat aku memompa, dan
kemudian
terasa aku akan keluar lagi.
Mama mulai ikut memompa, menyambut tusukkan-ku. Menggelinjang dan
mengerang.
Tidak berapa lama kemudian Mama mengerang agak keras, dan aku bisa
merasakan
badannya tergetar sewaktu ia berteriak tertahan. Batang Kontolku
kemudian
menjadi semakin basah saat cairan hangat dan kental keluar dari
memeknya.
Aku masih terus bertahan memompa, dan kemudian, sewaktu aku merasa
akan
keluar, kudekap pantat Mama erat-erat dan ku benamkan batang kontolku
sedalam dalamnya. Kontolku kemudian meledak, semprotan demi semprotan
air
mani keluar, jauh didalam memek Mama. Separuh orgasme, kutarik keluar
dan
kukocok, air mani keluar lagi membasahi tetek Mama. Kugosok - gosokkan
ujung
penisku di kedua pentil nya yang membesar. Kemudian kutekan kedua
bulatan
payudara Mama dan menyusupkan batang kontolku di celah antara
keduanya.
Kugosok gosok kan terus sampai air maniku berhenti keluar. Mama
tersenyum,
dagu, leher dan dada Mama penuh dengan air maniku. Entah berapa banyak
air
mani yang kusemprotkan waktu itu. Pada semprotan yang terakhir, aku
melenguh
keras. Takut jika ada yang mendengar..Mama mendekap kepalaku di
dadanya.
Setelah itu kukenakan blue jeansku, sambil tersenyum malu aku keluar
dari
gudang itu. Sewaktu menutup pintu kulihat Mama mengguyur tubuhnya dan
mulai
menyabuni pangkal pahanya. Sungguh sexy dan aku terangsang lagi.
“Mandi
berdua dengan Mama ? Wow !” pikirku. Aku masuk lagi ke dalam. Mama
melihatku
mengunci pintu dan tersenyum kearahku penuh arti.

Becinta Dengan Gigolo

Setelah lama berpetualang dengan Hendra, aku perlu juga variasi bermain sex yang lain, dengan ragu-ragu akhirnya kuusulkan ke Hendra untuk memanggil gigolo supaya permainan bertambah menarik. Dengan berat hati Hendra menyetujui dengan syarat aku yang mencari dan dia yang memutuskan atau memilih orangnya.
Setelah mencari informasi dari sana sini, akhirnya kudapatkan nomor telepon jaringan gigolo, aku tidak mau lewat milist yang banyak menawarkan diri, karena dari pengalaman mereka hanya besar nyali dan nafsu saja, tapi tidak dengan stamina dan variasi permainan. Sesuai dengan kesepakatan dengan seorang GM, akhirnya dia akan mengirim 3 orang untuk kami pilih di tempat kami menginap, uang bukanlah masalah bagi kami.
Pada hari yang sudah ditetapkan, kami check in di Hotel Sahid. Tidak lama kemudian datanglah sang GM dengan membawa 3 anak muda ganteng dan macho, mungkin dibawah 25 tahun. Ketiganya memang kelihatan begitu atletis dan tampan, tapi satu sudah out karena terlalu pendek, sedangkan dua lainnya mampunyai tinggi paling tidak sama denganku, yang menjadi masalah bagiku adalah memilih di antaranya.
Terus terang agak nervous juga aku, karena belum pernah aku membayar untuk urusan sex. Setelah berpikir sejenak akhirnya aku menyuruh mereka bertiga untuk telanjang di hadapan kami, sesaat mereka ragu, tapi akhirnya mau juga setelah kupancing dengan membuka baju atasku hingga terlihat bra merahku. Dari pandangan matanya aku tahu bahwa mereka tertarik denganku, bahkan tanpa dibayar pun aku yakin mereka mau melakukannya. Kupikir hanya orang gila saja yang tidak tertarik dengan postur tubuhku yang putih seperti Cina, tinggi semampai, sexy, dan wajah cantik, paling tidak itulah yang sering dikatakan laki-laki.
“Oke, yang tidak terpilih, kalian boleh memegang buah dadaku ini sebelum pergi asal mau telanjang di depanku sekarang.” kataku menggoda, dengan demikian aku dapat melihat kejantanan mereka saat tegang, itulah yang menjadi pertimbanganku.
Serempak mereka melepas pakaiannya secara bersamaan, telanjang di depanku. Hasilnya cukup mengejutkanku, ternyata disamping memiliki tubuh yang atletis, ternyata mereka mempunyai alat kejantanan yang mengagumkan, aku dibuat takjub karenanya. Rata-rata panjang kejantanan mereka hampir sama, tapi besar diameter dan bentuk kejantanan itu yang berbeda, kalau tidak ‘malu’ dengan Hendra mungkin kupilih keduanya langsung.
Pandanganku tertuju pada yang di ujung, alat kejantanannya yang besar, aku membayangkan mungkin mulutku tidak akan cukup untuk mengulumnya, hingga akhirnya kuputuskan untuk memilih dia. Namanya Rio, mahasiswa semester akhir di perguruan tinggi swasta di Jakarta.
“Rio tinggal di sini, lainnya mungkin lain kali.” kataku mengakhiri masa pemilihan.
Setelah pilihan diambil, maka dua lainnya segera berpakaian dan menghampiri aku yang masih tidak berbaju. Mula-mula si pendek mendekatiku dan memelukku, tingginya hanya setelingaku. Diciumnya leherku dan tangannya meremas lembut buah dadaku, lalu wajahnya dibenamkan ke dadaku, diusap-usap sejenak sambil tetap meremas-remas menikmati kenyalnya buah dadaku, lalu dia pergi. Berikutnya langsung meremas-remas buah dadaku, jari tangannya menyelinap di balik bra, mempermainkan sejenak sambil mencium pipiku.
“Mbak mempunyai buah dada dan puting yang bagus.” bisiknya, kemudian dia pergi, hingga tinggal kami bertiga di kamar, aku, Rio dan Hendra yang dari tadi hanya memperhatikan, tidak ada komentar dari dia kalau setuju atas pilihanku.
“Rio, temenin aku mandi ya, biar segar..!” kataku, sebenarnya agak ragu juga bagaimana untuk memulainya.
“Ayo Tante, entar Rio mandiin.” jawabnya.
“Emang aku udah Tante-Tante..?” jawabku ketus, “Panggil aku Lily.” lanjutku sambil menuju kamar mandi, meninggalkan Hendra sendirian.
Sesampai di kamar mandi, Rio langsung mencium tengkukku, membuatku merinding. Dipeluknya aku dari belakang sambil ciumannya berlanjut ke belakang telingaku hingga leher. Kedua tangannya mulai meraba-raba buah dadaku yang masih terbungkus bra merahku.
“Rio, kamu nakal..!” desahku sambil tanganku meraba ke belakang mencari pegangan di antara kedua kaki Rio yang masih telanjang.
“Abis Mbak menggoda terus sih,” bisiknya disela-sela ciumannya di telinga.
Tangannya diturunkan ke celana jeans-ku, tanpa menghentikan ciumannya, dia membuka celana jeans-ku, hingga sekarang aku tingal bikini merahku. Ciumannya sudah sampai di pundak, dengan gigitan lembut diturunkan tali bra-ku hingga turun ke lengan, begitu pula yang satunya, sepertinya dia sudah terlatih untuk menelanjangi wanita dengan erotis dan perlahan, semakin perlahan semakin menggoda. Perlahan tapi pasti aku dibuatnya makin terbakar birahi.
Rio mendudukkan tubuhku di meja toilet kamar mandi, dia berlutut di depanku, dicium dan dijilatinya betis hingga paha. Perlahan dia menarik turun celana dalam merah hingga terlepas dari tempatnya, jilatan Rio sungguh lain dari yang pernah kualami, begitu sensual, entah pakai metode apa hingga aku dibuat kelojotan. Kepalanya sudah membenam di antara kedua pahaku, tapi aku belum merasakan sentuhan pada daerah kewanitaanku, hanya kurasakan jilatan di sekitar selangkangan dan daerah anus, aku dibuat semakin kelojotan.
Sepintas kulihat Hendra berdiri di pintu kamar mandi melihat bagaimana Rio menservisku, tapi tidak kuperhatikan lebih lanjut karena jilatan Rio semakin ganas di daerah kewanitaanku, hingga kurasakan jilatan di bibir vaginaku. Lidahnya terasa menari-nari di pintu kenikmatan itu, kupegang kepalanya dan kubenamkan lebih dalam ke vaginaku, entah dia dapat bernapas atau tidak aku tidak perduli, aku ingin mendapat kenikmatan yang lebih. Jilatan lidah Rio sudah mencapai vaginaku, permainan lidahnya memang tiada duanya, saat ini the best dibandingkan lainnya, bahkan dibandingkan dengan suamiku yang selalu kubanggakan permainan sex-nya.
Rio berdiri di hadapanku, kejantanannya yang besar dan tegang hanya berjarak beberapa centimeter dari vaginaku. Sebenarnya aku sudah siap, tapi lagi-lagi dia tidak mau melakukan secara langsung, kembali dia mencium mulutku dan untuk kesekian kalinya kurasakan permainan lidahnya di mulutku terasa meledakkan birahiku, sementara jari tangannya sudah bermain di liang kenikmatanku menggantikan tugas lidahnya. Aku tidak mau melepaskan ciumannya, benar-benar kunikmati saat itu, seperti anak SMU yang baru pertama kali berciuman, tapi kali ini jauh lebih menggairahkan.
Ciuman Rio berpindah ke leherku, terus turun menyusuri dada hingga belahan dadaku. Dengan sekali sentil di kaitan belakang, terlepaslah bra merah dari tubuhku, membuatku telanjang di depannya. Aku siap menerima permainan lidah Rio di buah dadaku, terutama kunantikan permainan di putingku yang sudah mengencang. Dan aku tidak perlu menunggu terlalu lama untuk itu, kembali kurasakan permainan lidah Rio di putingku, dan kembali pula kurasakan sensasi-sensasi baru dari permainan lidah. Aku benar-benar dibuat terbakar, napasku sudah tidak karuan, kombinasi antara permainan lidah di puting dan permainan jari di vaginaku terlalu berlebihan bagiku, aku tidak dapat menahan lebih lama lagi, ingin meledak rasanya.
“Rio, pleassee, sekarang ya..!” pintaku sambil mendorong tubuh atletisnya.
“Pake kondom Mbak..?” tanyanya sambil mengusap-usapkan kepala kejantanannya di bibir vaginaku yang sudah basah, sah, sah, sah.
Aku tidak tahu harus menjawab apa, biasanya aku tidak pernah pakai kondom, tapi karena kali ini aku bercinta dengan seorang gigolo, aku harus berhati-hati, meskipun dengan lainnya belum tentu lebih baik. Kalau seandainya dia langsung memasukkan kejantannya ke vaginaku, aku tidak akan keberatan, tapi dengan pertanyaan ini aku jadi bingung. Kulihat ke arah Hendra yang dari tadi memperhatikan, tapi tidak kudapat jawaban dari dia.
Tidak ada waktu lagi, pikirku. Maka tanpa menjawab, kutarik tubuhnya dan dia mengerti isyaratku. Perlahan didorongnya kejantanannya yang sebesar pisang Ambon itu masuk ke liang kenikmatanku, vaginaku terasa melar. Makin dalam batang kejantanannya masuk kurasakan seolah makin membesar, vaginaku terasa penuh ketika Rio melesakkan seluruhnya ke dalam.
“Aagh.. yess.. ennak Sayang..!” bisikku sambil memandang ke wajah Rio yang ganteng dan macho, expresinya dingin, tapi aku tahu dia begitu menikmatinya.
“Pelan ya Sayang..!” pintaku sambil mencengkeramkan otot vaginaku pada kejantanannya.
Kulihat wajaah Rio menegang, tangan kanannya meremas buah dadaku sedang tangan kirinya meremas pantatku sambil menahan gerakan tubuhku.
Kurasakan kejantanan Rio pelan-pelan ditarik keluar, dan dimasukkan lagi saat setengah batangnya keluar, begitu seterusnya, makin lama makin cepat.
“Oohh.. yaa.., truss..! Yes.., I love it..!” desahku, menerima kocokan kejantanan Rio di vaginaku.
Rio dengan irama yang teratur memompa vaginaku, sambil mempermainkan lidahnya di leher dan bibirku. Aku tak bisa lagi mengontrol gerakanku, desahanku semakin berisik terdengar. Rio mengangkat kaki kananku dan ditumpangkan di pundaknya, kurasakan penetrasinya semakin dalam di vaginaku, menyentuh relung vagina yang paling dalam. Kocokan Rio semakin cepat dan keras, diselingi goyangan pantat menambah sensasi yang kurasakan.
“Sshhit.., fuck me like a dog..!” desahanku sudah ngaco, keringat sudah membasahi tubuhku, begitu juga dengan Rio, menambah pesona sexy pada tubuhnya.
Aku hampir mencapai puncak kenikmatan ketika Rio menghentikan kocokannya, dan memintaku untuk berdiri, tentu saja aku sedikit kecewa, tapi aku percaya kalau dia akan memberikan yang terbaik.
“Mau dilanjutin di sini atau pindah ke ranjang..?” tanyanya terus menjilati putingku.
Tanpa menjawab aku langsung membelakanginya dan kubungkukkan badanku, rupanya dia sudah tahu mauku, langsung mengarahkan kejantanannya ke vaginaku. Kuangkat kaki kananku dan dia menahan dengan tangannya, sehingga kejantanannya dapat masuk dengan mudah. Dengan sedikit bimbingan, melesaklah batang kejantanan itu ke vaginaku, dan Rio langsung menyodok dengan keras, terasa sampai menyentuh dinding dalam batas terakhir vaginaku, terdongak aku dibuatnya karena kaget.
“Aauugghh.., yes.., teruss.., yaa..!” teriakku larut dalam kenikmatan.
Sodokan demi sodokan kunikmati, Rio menurunkan kakiku, dan kurentangkan lebar sambil tanganku tertumpu pada meja toilet, tangan Rio memegang pinggulku dan menariknya saat dia menyodok ke arahku, begitu seterusnya. Rasanya sudah tidak tahan lagi, ketika tangan Rio meremas buah dadaku dan mempermainkan putingku dengan jari tangannya, sensasinya terlalu berlebihan, apalagi keberadaan Hendra yang dengan setia menyaksikan pertunjukan kami sambil memegang kejantanannya sendiri.
“Rio a.. ak.. aku.. sud.. sudah.. nggak ta.. ta.. han..!” desahku, ternyata Rio langsung menghentikan gerakannya.
“Jangan dulu Sayang, kamu belum merasakan yang lebih hebat.” katanya, tapi terlambat, aku sudah mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu.
“Aaughh.., yess.., yess..!” teriakku mengiringi orgasme yang kualami, denyutan di vaginaku terasa terganjal begitu besar.
Rio hanya mendesah sesaat sambil tangannya tetap meremas buah dadaku yang ikut menegang.
“Ayo Rio, keluarin sekarang, jangan goda aku lagi..!” pintaku memelas karena lemas.
Rio mengambil handuk dan ditaruhnya di lantai, lalu dia memintaku berlutut, rupanya Rio menginginkan doggie style, kuturuti permintaannya. Sekarang posisiku merangkak di lantai dengan lututku beralaskan tumpukan handuk, menghadap ke pintu ke arah Hendra.
Rio mendatangiku dari belakang, mengatur posisinya untuk memudahkan penetrasi ke vaginaku. Setelah menyapukan kejantanannya yang masih menegang, dengan sekali dorong masuklah semua kejantanan itu ke vaginaku. Meskipun sudah berulang kali terkocok oleh kejantanannya, tidak urung terkaget juga aku dibuatnya. Rio langsung memacu kocokannya dengan cepat seperti piston mobil dengan silindernya pada putaran di atas 3000 rpm, kenikmatan langsung menyelimuti tubuhku.
Rio menarik rambutku ke belakang sehingga aku terdongak tepat mengarah ke Hendra. Berpegangan pada rambutku Rio mempermainkan kocokannya, sesekali pantatnya digoyang ke kiri dan ke kanan, atau turun naik, sehingga vaginaku seperti diaduk-aduk kejantanannya. Dia sungguh pandai menyenangkan hati wanita karena permainannya yang penuh variasi dan diluar dugaan.
Tiba-tiba kudengar teriakan dari Hendra, tepat ketika aku mendongak ke arah dia, menyemprotlah sperma dia dari tempatnya dan tepat mengenai wajah dan rambutku. Ternyata sambil menikmati permainan kami, dia mengocok sendiri kejantanannya alias self service. Rio mengangkat badannya tanpa melepas kejantanannya dariku, kini posisi dia menungging, sehingga kejantanannya makin menancap di vaginaku tanpa menurunkan tempo permainannya. Aku sudah tidak tahan diperlakukan demikian, dan untuk kedua kalinya aku mengalami orgasme hebat dalam waktu yang relatif singkat, sementara Rio masih tetap tegar menantang.
“Masih kuat untuk melanjutkan Mbak..?” tantang dia.
Kalau seandainya dia tidak bertanya seperti itu aku pasti minta waktu istirahat dulu, tapi dengan pertanyaan itu, aku merasa tertantang untuk adu kuat, dan tantangan itu tidak dapat kutolak begitu saja. Sebagai jawaban, kukeluarkan kejantanannya dari tubuhku, kuminta dia rebah di lantai kamar mandi beralas handuk, aku juga ingin ngerjain dia, pikirku.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, begitu dia telentang, kukangkangkan kakiku di wajahnya hingga dia dapat merasakan cairan orgasme yang meleleh dari vaginaku. Rasain, pikirku. Tapi aku salah, ternyata dia malah dengan senang hati menghisap vaginaku hingga terasa kering dan kembali mempermainkan lidah mautnya di vaginaku.
Agak kesulitan juga aku ber-hula hop karena terasa kejantanannya yang besar mengganjal di dalam dan mengganggu gerakanku. Semakin kupaksakan semakin nikmat rasanya dan semakin cepat gerakan bergoyangku kenikmatan itu semakin bertambah, maka hula hop-ku semakin cepat dan tambah tidak beraturan. Kuamati wajah Rio yang ganteng bersimbah peluh dan terlihat menegang dalam kenikmatan, tangannya meremas-remas buah dadaku dengan liarnya sambil mempermainkan putingku.
Hampir saja aku orgasme lagi kalau tidak segera kuhentikan gerakanku, tapi ternyata Rio tidak mau berhenti. Ketika aku menghentikan gerakanku, ternyata justru dia menggoyang tubuhku sambil menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga vaginaku tetap terkocok dari bawah, dan kembali orgasmeku tidak terbendung lagi untuk kesekian kalinya.
Rio tetap saja mengocok, meski dia tahu aku sedang di puncak kenikmatan birahi. Kali ini aku benar-benar lemes mes mes, tapi Rio tidak juga mengentikan gerakannya. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, sehingga kami saling berpelukan. Dinginnya AC tidak mampu mengusir panasnya permainan kami, peluh kami sudah menyatu dalam kenikmatan nafsu birahi. Rio memelukku dan mencium mulutku sambil kembali mempermainkan lidahnya, kejantanannya masih keras bercokol di vaginaku, terasa panas sudah, atau mungkin lecet.
Tidak lama kemudian nafsuku bangkit lagi, kuatur posisi kakiku hingga aku dapat menaik-turunkan tubuhku supaya kejantanan Rio bisa sliding lagi. Meskipun kakiku terasa lemas, kupaksakan untuk men-sliding kejantanan Rio yang sepertinya makin lama makin mengeras. Melihatku sudah kecapean, Rio memintaku untuk masuk ke bathtub dan kuturuti keinginannya supaya aku kembali ke posisi doggie. Sebelum memasukkan kejantanannya, Rio membuka kran air hingga keluarlah air dingin dari shower di atas, kemudian dengan mudahnya dia melesakkan kejantanannya ke vaginaku untuk kesekian kalinya.
Bercinta di bawah guyuran air shower membuat tubuhku segar kembali, sepertinya dia dapat membaca kemauan lawan mainnya, kali ini kocokannya bervariasi antara cepat keras dan pelan. Tidak mau kalah, setelah terasa staminaku agak pulih, kuimbangi gerakan sodokan Rio dengan menggoyang-goyangkan pantatku ke kiri dan ke kanan atau maju mundur melawan gerakan tubuh Rio. Dan benar saja, tidak lama kemudian kurasakan cengkeraman tangan Rio di pantatku mengencang, kurasakan kejantanan Rio terasa membesar dan diikuti semprotan dan denyutan yang begitu kuat dari kejantanan Rio.
Vaginaku terasa dihantam kuat oleh gelombang air bah, denyutan dan semprotan itu begitu kuat hingga aku terbawa melambung mencapai puncak kenikmatan yang ke sekian kalinya. Kami orgasme secara bersamaan akhirnya, tubuhku langsung terkulai di bathtub. Kucuran air kurasakan begitu sejuk menerpa tubuhku yang masih berpeluh. Rio mengambil sabun dan menyabuni punggungku serta seluruh tubuhku. Dengan gentle dia memperlakukan aku seperti layaknya seorang lady hingga aku selesai mandi.
Dengan hanya berbalut handuk aku keluar kamar mandi menuju ranjang untuk beristirahat. Kulihat Hendra sudah mengenakan piyama dan duduk di sofa memperhatikanku keluar dari kamar mandi. Expresi di wajah Hendra tidak dapat kutebak, tapi tiada terlihat sinar kemarahan atau cemburu melihat bagaimana aku bercinta dengan Rio di kamar mandi selama lebih dari satu jam. Aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang yang hangat, mataku sudah terlalu berat untuk terbuka, masih kudengar sayup-sayup pembicaraan Hendra sebelum aku terlelap dalam tidurku.
“Kamu hebat Rio, belum pernah ada yang membuat dia orgasme terlebih dahulu, bahkan setelah bermain dengan dua orang.” kata Hendra ketika Rio keluar dari kamar mandi.
“Ah biasa saja Om.” jawab Rio kalem merendah.
“Emang dia sering melayani 2 orang sekaligus..?” lanjut Rio.
“Ah bukan urusanmu anak muda, oke Rio, tugas kamu sudah selesai, uang kamu ada di sebelah TV dan kamu boleh pergi.” kata Hendra.
“Om, boleh saya usul..?”
“Silakan..!”
“Kalau saya boleh tinggal dan menemani lebih lama bahkan sampai pagi, biarlah nggak usah ada tambahan bayar overtime, aku jamin dia pasti lebih dari puas.” usul Rio.
“Cilaka..,” pikirku.
Aku tidak tahu apa yang dikatakan Hendra karena sudah terlelap dalam tidur indah.
Entah sudah berapa lama tertidur ketika kurasakan sesuati menggelitik vaginaku. Sambil membuka mata yang masih berat, kulihat kepala sudah terbenam di selangkanganku yang telah tebuka lebar. Ah, Rio mulai lagi, pikirku. Ketika aku menoleh ke sofa mencari Hendra, kulihat dia telanjang duduk di samping Rio yang juga telanjang sambil tersenyum ke arahku. Jadi siapa yang bermain di vaginaku saat ini, terkaget aku dibuatnya. Langsung duduk kutarik rambutnya dan ternyata si Andre, teman Rio yang kusuruh pulang bersama si pendek tadi.
Sebenarnya dia tidak terpilih bukan karena aku tidak tertarik, tapi aku harus memutuskan satu di antara dua yang baik.
“What the hell going on here..?” pikirku, tapi tidak sempat terucap karena permainan lidahnya sungguh menggetarkan naluri kewanitaanku.
Kubiarkan Andre bermain di selangkanganku dan kunikmati permainan lidahnya, meskipun tidak sepintar Rio, tapi masih membuatku menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
“Ugh.., shh..!” aku mulai mendesis.
Kubenamkan kepala Andre lebih dalam untuk mendapatkan kenikmatan lebih jauh. Andre menjilatiku dengan hebatnya hingga beberapa saat sampai kulihat Rio berdiri dari tempatnya dan menghampiri Andre. Diangkatnya kakiku hingga terpentang dan Rio mengganjal pantatku dengan bantal hingga posisi vaginaku sekarang menantang ke atas.
Rio mengganti posisi Andre, menjilati vaginaku dengan mahirnya, kemudian mereka berganti posisi lagi. Cukup lama juga Rio dan Andre menjilati vaginaku secara simultan. Sensasinya sungguh luar biasa hingga aku larut dalam kenikmatan. Jilatan Andre sudah berpindah ke daerah anusku, ketika Rio menjilati pahaku terus naik dan berhenti untuk bermain di daerah vaginaku.
“Aahh.., gilaa.., aagh.., shit.. yess..!” aku terkaget, karena baru kali ini aku dijilati oleh dua laki-laki di daerah kewanitaanku.
Bayangkan dua lidah dengan satu di anus dan satunya di vagina. Keduanya begitu expert dalam permainan lidah. Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan dengan kata-kata, sensasi ini terlalu berlebihan bagiku, bahkan terbayang pun tidak pernah.
Dengan penuh gairah mereka bermain di kedua lubangku, aku tidak tahu harus berkata apa selain mendesah dan menjerit dalam kenikmatan birahi. Aku mencari pegangan sebagai pelampiasan rasa histeriaku, tapi tidak kudapatkan hingga akhirnya kuremas-remas sendiri buah dadaku yang ikut menegang. Tidak tahan menahan sensasi yang berlebihan, akhirnya aku mencapai orgasme duluan. Orgasme tercepat selama hidupku, tidak sampai penetrasi dan tidak lebih dari 15 menit, suatu rekor yang tidak perlu dibanggakan.
Mulut Rio tidak pernah beranjak dari vaginaku, disedotnya vaginaku seperti layaknya vacum cleaner.
“Shit.. Rio.. stop.. stoop..! Please..!” pintaku menahan malu.
Lidah Rio naik menelusuri perutku dan berhenti di antara kedua bukit di dadaku, lalu mendaki hingga mencapai putingku. Dikulumnya lalu sambil meremas buah dadaku dia mulai mengulum dan mempermainkan putingnya dengan lidah mautnya.
Belum sempat kurasakan mautnya permainan lidah Rio, aku merasakan Andre telah menyapukan kejantanannya di bibir vaginaku sebentar dan langsung kejantanan Andre tanpa basa basi langsung melesak masuk ke vaginaku. Kurasakan ada perbedaan rasa dengan Rio karena bentuknya memang berbeda. Punya Rio besar dan melengkung ke kiri bawah, agak unik, sedangkan Andre kecil panjang melengkung lurus ke atas, jadi disini kurasakan dua rasa.
Gila, kalau tadi siang kurasakan punya Rio yang banyak menggesek bagian kananku, sekarang kurasakan bagian atas vagina menerima sensasi yang hebat, karena kejantanan Andre mempunyai kepala yang besar, menyodok-nyodok dinding vaginaku. Kedua kakiku dipentangkan dengan lebar oleh Andre, Rio bertambah gairan bergerilya menjelajahi kedua bukit dan menikmati kenyalnya bukit dan putingku yang makin menegang. Tangannya tidak henti meremas dan mengelus kedua bukit di dadaku, sesekali wajahnya dibenamkan di antara kedua bukitku seperti orang gemas.
Andre makin kencang mengocok vaginaku sambil menjilati jari-jari kakiku. Aku menggelinjang makin tidak karuan diperlakukan kedua anak muda ini. Kocokan dan remasan tanganku di kejantanan Rio makin keras mengimbangi permainan mereka.
“Uugghh.. sshh.. kalian.. me.., me..mang gilaa..!” teriakku.
Permainan mereka semakin ganas mengerjaiku.
Kutarik tubuh Rio ke atas, kini Rio sudah berlutut di samping kepalaku, kejantanannya yang tegang tepat ke arah wajahku. Segera kulahap kejantanannya, sekarang aku mau mengulumnya karena kejantanan itu terakhir kali masuk di vaginaku, tidak seperti saat pertama tadi, entah dengan siapa sebelum aku. Seperti dugaanku, mulutku ternyata tidak dapat mengulum masuk semua batang kejantanannya, terlalu besar untuk mulut mungilku.
Rio sekarang mengangkangiku, kepalaku di antara kedua kakinya, sementara kejantanannya kembali tertanam di mulutku. Dikocok-kocoknya mulutku dengan penis besarnya seolah berusaha menanamkan semuanya ke dalam, tapi tetap tidak bisa, it’s too big to my nice mouth, very hard blowjob. Kurasakan kenikmatan yang memuncak, dan kembali aku mengalami orgasme beberapa saat kemudian.
“Mmgghh.. mmgh.. uugh..!” teriakku tertahan karena terhalang kejantanan Rio, masih untung tidak tergigit saat aku orgasme.
Tanpa memberiku istirahat, mereka membalikkan tubuhku, kini aku tertumpu pada lutut dan tanganku, doggy style. Andre tetap bertugas di belakang sementara Rio duduk berselonjor di hadapanku. Seperti sebelumnya, Andre langsung tancap gas mengocokku dengan cepat, kurasakan kejantanannya makin dalam melesak ke dalam vaginaku, pinggangku dipegangnya dan gerakkan berlawanan dengan arah kocokannya, sehingga makin masuk ke dalam di vaginaku. Antara sakit dan nikmat sudah sulit dibedakan, dan aku tidak sempat berpikir lebih lama ketika Rio menyodorkan kejantanannya di mulutku kembali.
Kedua lubang tubuhku kini terisi dan kurasakan sensasi yang luar biasa. Dengan terus mengocok, Andre mengelus-elus punggungku, kemudian tangannya menjelajah ke dadaku, dielus dan diremasnya dengan keras keduanya sesekali mempermainkan putingku, kegelian dan kenikmatan bercampur menjadi satu. Tidak ketinggalan Rio memegang rambutku, didorongnya supaya kejantanannya dapat masuk lebih dalam di mulutku.
“Emmhh.., mhh..!” desahku sudah tidak keluar lagi, terlalu sibuk dengan kejantanan Rio di mulutku.
Kugoyang-goyangkan badanku, pantatku bergerak berlawanan gerakan Andre dan kepalaku turun naik dengan cepat mengocok Rio.
Tidak lama kemudian, “Shit.., aku mau keluar..!” teriak Rio sambil menarik kepalaku ke atas, tapi aku tidak perduli, malah kupercepat kocokan mulutku hingga menyemprotlah sperma Rio dengan deras ke mulutku, semprotannya cukup kencang hingga langsung masuk ke tenggorokanku.
Tanpa ragu lagi kutelan sperma yang ada di mulutku, Rio mengusap sisa sperma di bibir yang tidak tertampung di mulutku.
Kulihat senyum puas di wajah Rio, lalu dia bergeser ke samping, ternyata Hendra sudah berada di samping ranjang, dia kemudian mengganti posisi Rio berselonjor di hadapanku. Tanpa menunggu lebih lama lagi langsung kukulum kejantanan dia yang basah, kurasakan aroma sperma, sepertinya dia habis berejakulasi melihat permainan kami bertiga. Karena ukuran kejantanan Hendra tidak sebesar punya Rio, maka dengan mudah aku melahap semua hingga habis sampai ke pangkal batangnya, dan segera mengocok keluar masuk.
Andre mendorong tubuhku hingga telungkup di ranjang, entah bagaimana posisi dia dengan tubuhku telungkup, dia tetap mengocok vaginaku dengan ganasnya. Hendra hanya dapat mengelus rambutku dan mempermainkan buah dadaku dari bawah. Tidak lama kemudian Andre mencabut kejantanannya, dan langsung berbaring di sebelahku. Aku mengerti maksudnya, sebenarnya harusnya aku yang mengatur dia bukan sebaliknya, tapi toh kuturuti juga.
Kutinggalkan Hendra dan aku menaiki tubuh Andre, kejantanannya masih menegang ke atas, kuatur tubuhku hingga vaginaku pas dengan kejantanannya yang sudah menunggu, lalu kuturunkan pantatku dan bles. Langsung saja aku bergoyang salsa di atasnya. Kini aku pegang kendali, pantatku kuputar-putar sehingga vaginaku terasa diaduk-aduk olehnya. Andre memegangi kedua buah dadaku dan meremasnya. Hendra berdiri di atas ranjang dan menghampiriku, dia menyodorkan kembali kejantanannya, kubalas dengan jilatan dan kuluman.
Ternyata Rio yang sudah recovery tidak mau ketinggalan, dia berdiri di sisi lainnya dan menyodorkan kejantanannya ke arahku. Kini tanganku memegang dua penis yang berbeda, baik dari ukuran, bentuk dan kekerasannya, belum lagi yang tertanam di vaginaku, aku sedang menikmati tiga macam penis sekarang. Kupermainkan Rio dan Hendra secara bergantian di mulutku antara kuluman dan kocokan tangan. Pantatku tidak pernah berhenti bergoyang di atas Andre, sungguh suatu sensasi dan kenikmatan yang sangat berlebihan dan rasanya tidak semua orang dapat menikmatinya.
Beruntungkah aku..? Entahlah, yang jelas sekarang aku sedang melambung dalam lautan kenikmatan birahi tertinggi. Entah sudah berapa banyak cairan vaginaku terkuras keluar. Andre belum juga memperlihatkan tanda-tanda akan orgasme. Aku mengganti gerakanku, kini turun naik sliding di atasnya, kulepas tangan kiriku dari penis Rio dan kuelus kantong pelir Andre untuk menambah rangsangan padanya. Ternyata Andre melawan gerakanku dengan menaik-turunkan pantatnya berlawanan denganku sehingga kejantanannya makin menancap dalam, tangannya tidak pernah melepas remasannya dari buah dadaku.
Rio bergerak ke belakangku, dielusnya punggungku dan elusannya berhenti di lubang anusku. Dengan ludahnya dia mengolesi lubang itu dan mencoba memasukkan jarinya ke dalam, sesaat terlintas di benakku bahwa dia mau anal, berarti double penetration. Aku belum siap untuk itu, tidak seorang pun kecuali suamiku yang mendapatkan anal dariku. Kuangkat tangannya dari anusku, pertanda penolakan dan dia mengerti. Rio berlutut di belakangku, didekapnya tubuhku dari belakang dan tangannya ikut meremas-remas buah dadaku. Sambil menciumi tengkuk dan telingaku, kejantanannya menempel hangat di pantatku, kini dua pasang tangan di kedua buah dadaku.
Karena didekap dari belakang aku tidak dapat bergerak dengan leluasa, akibatnya Andre lebih bebas mengocok vaginaku dari bawah. Aku sudah tidak dapat mengontrol tubuhku lagi, entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, padahal masih dengan Andre. Ada dua lagi penis menunggu giliran menikmati vaginaku, Rio dan Hendra, suamiku.
Tidak lama setelah mengocokku dari bawah, kurasakan badan Andre yang menegang kemudian disusul denyutan keras di vaginaku. Begitu keras dan deras semprotan spermanya hingga aku tersentak kaget menerima sensasi itu hingga aku menyusul orgasme sesaat setelahnya. Begitu nikmat dan nikmat, untung aku sempat mengeluarkan kejantanan Hendra dari mulutku sesaat setelah kurasakan semburan Andre, kalau tidak hampir pasti dia akan tergigit saat aku mengikuti orgasme. Tubuhku langsung melemas, aku langsung terkulai di atas tubuh Andre. Rio sudah melepas dekapannya dan Hendra duduk di samping Andre, sepertinya mereka menunggu giliran.
Napasku sudah ngos-ngosan, aku dapat merasakan degup jantung Andre yang masih kencang, keringat kami sudah bercampur menjadi satu. Kejantanan Andre masih tertanam di vaginaku meskipun sudah melemas hingga akhirnya keluar dengan sendirinya. Rio menawariku lippovitan, penambah energi. Setelah aku berbaring di samping Andre, berarti dia sudah bersiap untuk bertempur denganku, segera kuhabiskan minuman itu, kesegaran memasuki di tubuhku tidak lama kemudian.
“Gila kamu Ndre, ternyata tak kalah dengan Rio.” komentarku.
“Ah biasa Mbak, kita udah biasa kerjasama kok.” jawabnya.
“Makanya kompak kan Mbak, dan Mbak termasuk hebat bisa melayani kami sendiri-sendiri dalam satu hari, dan barusan adalah satu jam 17 menit.” Rio menimpali.
“Biasanya kami langsung main bertiga, dan itu tidak lebih lama daripada sendiri-sendiri, paling lama setengah jam sudah KO.” kembali Andre menambahi.
Aku ke kamar mandi supaya badan segar, kuguyurkan air hangat di sekujur tubuhku, kusiram rambutku yang tidak karuan bercampur bau sperma. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam ketika aku keluar dari kamar mandi. Kulihat mereka duduk di sofa, Rio dan Andre di sofa panjang sementara Hendra di sofa satunya, masih bertelanjang. Ketika aku datang hanya berbalut handuk, ranjang sudah dirapikan, entah apa rencana mereka, pikirku. Persetan yang penting aku dapat menikmati dan kuikuti permainannya.
Rupanya aku terlalu lama dan asyik mandi hingga tidak tahu kalau makanan datang dan sudah tersaji di meja. Aku merasa lapar, maklum habis selesai dengan Rio disambung sama Andre dan aku belum makan sejak tadi siang. Aku duduk di antara Rio dan Andre, yang kemudian disambut tarikan handuk pembalut tubuhku oleh Rio hingga terlepas. Keduanya langsung mencium pipiku kiri kanan dan kusambut remasan di kejantanan mereka yang agak menegang.
“Makan dulu yuk..!” ajakku langsung ke meja.
Kami berempat bertelanjang makan bersama sambil bercerita pengalaman mereka. Aku tidak berani makan terlalu banyak, takut kalau terlalu banyak bergoyang jadi sakit perut, yang penting tidak lapar dan dapat menambah energi nanti, sepertinya mereka melakukan hal yang sama.
Setelah istirahat selesai makan, kembali aku duduk di antara dua anak muda itu. Kali ini mereka langsung mencium leherku di kiri dan kanan sambil meremas-remas dadaku masing-masing satu. Hendra berdiri ke arah kami, dia meminta Rio berpindah tempat, dan dia langsung melakukan hal yang sama, menciumi leherku dan terus turun ke dada, sekarang Andre dan Hendra mengulum putingku di kiri dan kanan.
Rio tidak mau jadi penonton, dia langsung bejongkok di antara kakiku, melebarkannya dan lidahnya mulai menjelajah di vaginaku. Mungkin dia masih mencium aroma sperma Andre karena memang tidak kubersihkan, tapi dia tidak perduli, jilatan demi jilatan menjelajah di vaginaku, dipermainkannya vaginaku dengan lidah dan jari tangannya. Kenikmatan mulai kurasakan, foreplay dengan 3 orang sekaligus, akan mempercepat perjalanan menuju puncak kenikmatan birahi.
Dengan kemahiran permainan lidah Rio, aku sudah terbakar birahi, kepalanya kujepit dengan kedua kakiku supaya lebih merapat di selangkanganku. Aku tidak mau kejadian tadi terulang lagi, layu sebelum birahi.
“Sshh.., Rio masukin Sayang.., sekarang..!” pintaku di sela kuluman Andre dan Hendra di dadaku.
Tanpa menunggu kedua kalinya, Rio segera bangkit dan menyapukan kepala kejantanannya ke vaginaku, ternyata Andre mengikuti Rio, dia stand by di sampingnya sambil mementangkan kakiku lebar. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Rio langsung mengocokku cepat dan keras, aku langsung menggeliat kaget, tapi segera mulutku dibungkam dengan ciuman bibir oleh Hendra. Andre sambil memegangi kakiku, dia menjilati kedua jari kakiku secara bergantian. Aku ingin menjerit dalam kenikmatan tapi tidak dapat karena lidah Hendra masih menikmati bibirku.
Kocokan Rio bertambah cepat, iramanya susah ditebak karena terlalu banyak improvisasi, aku kewalahan mengikuti iramanya, disamping memang dia expert mempermainkan iramanya, dilain sisi aku juga sibuk menghadapi dua orang lainnya. Hendra minta aku mengulum kejantanannya, maka kusingkirkan Rio dari vaginaku, aku langsung jongkok di depan dia yang duduk di sofa, langsung mengulum penisnya yang sudah tegang.
Rio tidak mau menunggu lebih lama, dengan doggy style dia mulai memasuki vaginaku. Sodokan awal perlahan, tapi selanjutnya makin keras dan cepat. Andre, aku tidak tahu dimana posisi dia, tapi yang kutahu dia stand by di samping Rio. Kugoyang-goyangkan pantatku mengikuti irama Rio, makin lama makin terasa nikmatnya, cukup lama dia mengocokku dengan berbagai variasi gerakan hingga ketika puncak kenikmatan hampir kurengkuh, tiba tiba dia mencabut kejantanannya. Aku mau protes, tapi ketika kutengok ke belakang ternyata Andre sudah bersiap menggantikan posisi Rio, dan sekali dorong tanpa menunggu reaksiku amblaslah kejantanannya ke vaginaku.
Sekali lagi kurasakan perbedaan sensasi dari keduanya. Entahlah aku tidak dapat menentukan mana yang lebih nikmat. Andre langsung menggoyang sambil mengocokku dengan iramanya sendiri. Saat Andre sedang memacuku dengan cepat, tiba-tiba Hendra menyemprotkan spermanya di mulutku, terkaget juga aku, karena terkonsentrasi pada kocokan Andre hingga kurang memperhatikan ke Hendra. Kujilati sisa sperma di kejantanan dia yang tidak terlalu banyak.
Ternyata Rio sudah mengganti posisi Andre, kemudian mereka berganti lagi begitu seterusnya entah sudah berapa kali berganti menggilirku hingga aku sudah tidak dapat membedakan lagi apakah yang mengocok vaginaku Andre atau Rio, keduanya sama-sama nikmat. Mereka tidak memperdulikan sudah berapa kali puncak birahi sudah kurengkuh. Selama aku belum bilang stop, mereka akan terus memacuku ke puncak kenikmatan.
Entah sudah berapa lama dengan doggy style, lututku terasa capek. Aku merangkak naik ke sofa yang ditinggal Hendra, tetap dengan posisi doggy sofa mereka tidak memberiku kesempatan bernapas. Melayani satu Andre atau Rio saja aku sudah kewalahan, apalagi menghadapi mereka berdua secara bersamaan, dan mereka begitu kompak melayani birahiku. Berulang kali mereka mencoba memasukkan kejantanannya ke lubang anus, tapi selalu kutolak dan kutuntun kejantanannya kembali ke vaginaku.
Kunikmati sodokan demi sodokan dari belakang entah dari Rio atau Andre hingga tiba-tiba kurasakan perbedaan yang drastis, begitu kecil dan rasanya seperti hanya masuk separoh saja kocokannya. Aku menoleh kebelakang, ternyata Hendra ikut bergiliran dengan mereka. Ternyata mereka melakukan permainan. Ketika Hendra sedang mengocokku, Rio dan Andre mengundi siapa berikutnya, begitu juga ketika Rio menyodokku, Hendra dan Andre mengundi berikutnya, begitu seterusnya. Aku berharap supaya Hendra tidak pernah menang.
Waktu giliran ternyata ditentukan tidak lebih dari 3 menit untuk orang berikutnya, yang orgasme duluan harus merelakan diri jadi penonton. Entah sudah berapa lama berlangsung, lututku sudah lemas, tapi serangan dari belakang tidak menurun juga, aku heran juga ternyata Hendra dapat sedikit mengimbangi permainan Rio dan Andre. Dan benar dugaanku, tidak lama kemudian ketika si penis kecil sedang mengocokku, kurasakan denyutan-denyutan di dinding vaginaku dan kudengar teriakan Hendra pertanda dia orgasme. Kemudian kembali vaginaku berganti penghuni secara bergantian.
Mereka melakukannya dengan kompak, banyak lagi variasi yang dilakukan mereka kepadaku, baik di ranjang, di meja makan, sambil berdiri menghadap dinding, mereka lebih suka melakukan secara simultan. Ketika aku hampir menghentikan permainan, mereka memberi tanda supaya aku berjongkok di antara mereka dan dengan sedikit bantuan kuluman dan kocokan pada kejantanan mereka secara bergantian, akhirnya menyemprotlah sperma mereka secara hampir bersamaan. Semua memuncrat ke wajah, sebagaian masuk mulut hingga ke tubuhku. Aku sangat menikmati ketika semprotan demi semprotan menerpa wajah dan tubuhku, terasa begitu erotic.
Kami semua rebah di ranjang, jarum jam menunjukkan 01,30 dini hari, berarti sekitar dua jam bercinta dengan tiga orang sekaligus, sungguh permainan yang indah dan jauh memuaskan. Satu persatu tertidur kelelahan masih dalam keadaan telanjang.
Tidak lama mataku terpejam ketika kurasakan ciuman di mulutku, Andre yang sudah menindihku berbisik, “Boleh nggak aku minta lagi.” bisiknya pelan di telingaku.
Tanpa menjawab, kubuka kakiku dan dengan mudahnya dia memasukkan kejantanannya ke dalam. Dengan goyangan perlahan seperti menikmati, ternyata tidak lama dia sudah orgasme, ternyata bisa juga dia orgasme dengan cepat, mungkin 15 menit. Kemudian kami kembali tertidur.
Tidak lama kemudian kejadian tadi terulang lagi, kali ini dengan Rio. Dengan cepat pula dia menuntaskan hasratnya. Ketika kami semua terbangun pukul 10 pagi, rasanya aku belum lama tidur, Kulihat Hendra sudah memakai pakaian, sementara Rio dan Andre masih telanjang berbincang dengan Hendra.
“Pagi Sayang, bagaimana mimpi indahmu..?” tanyanya.
“Terlalu indah untuk sebuah mimpi.” jawabku yang langsung ke kamar mandi untuk berendam menghilangkan lelah.
Tidak lama kemudian ketika sedang asyik berendam, muncullah Rio dan Andre di pintu kamar mandi yang memang tidak kukunci.
“Mau ditemenin mandi Mbak..?” tanya Andre.
“Pasti asyik kalau mandi bertiga.” sambung Rio.
Dan akhirnya sudah dapat diduga, kembali kami melakukan permainan sex bertiga, tapi kali ini dilakukan di kamar mandi, ternyata sensasinya berbeda dari tadi malam. Banyak juga aku belajar variasi baru. Bertiga di kamar mandi, baik itu di bathtub, shower ataupun di meja westafel kamar mandi, sungguh pengalaman yang luar biasa. Cukup lama juga kami bercinta di kamar mandi hingga akhirnya Hendra mengingatkan kami waktu check out.
Pukul 12 siang kami sudah bersiap untuk check out. Ketika Rio dan Andre sedang berpakaian, ternyata Hendra memintaku sekali lagi untuk ‘quicky’. Dengan membuka pakaian seperlunya, kami kembali bercinta disaksikan kedua gigolo itu. Namanya saja quicky, maka tidak sampai sepuluh menit dia sudah menyemprotkan spermanya di vaginaku, dan segera memasukkan kembali kejantanannya di balik celananya dan tanpa membersihkan lebih lanjut. Aku menngenakan kembali celanaku yang merosot tadi, dan kami check out hotel secara bersama-sama, tidak lupa setelah menukar nomer HP masing-masing dengan kenangan yang indah.
Sejak saat itu aku sering meminta Rio ataupun Andre atau mereka berdua untuk menemaniku kalau aku lagi perlu penyegaran. Soal ‘bisnis’ dengan mereka sepertinya sudah tidak menjadi point utama lagi.